MAKALAH
HAK-HAK KLIEN DAN
PERSETUJUANNYA UNTUK BERTINDAK
Di Susun Oleh :
Leni Marlina (16150018)
Rina Setiawati (16150015)
Miftach Nur Khoirriyah (16150035)
Endah Lestari (16150020)
Fetty Liana (16150036)
Susan Sihombing (16150021)
Baselisa Paula SR (16150029)
Wina Dalianti (16150033)
Mirna Sela (16150142)
Eva Erviyana (16150044)
Ratni Oktaviana IMK (16150006)
DIII KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2017/2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..2
Bab I PENDAHULUAN............................................................................................ .3 Latar
belakang......................................................................................................................3
Bab II PEMBAHASAN......................................................................................................4
HAK dan KEWAJIBAN
KLIEN.......................................................................................4
a) Hak-hak
Klien...............................................................................................................4
b) Kewajiban
Klien........................................................................................................... 6
c) Undang-undang
Perlindungan Konsumen.....................................................................7
d) Informed
Consent..........................................................................................................8
Bab III KESIMPULAN......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….……12
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembangunan bidang
kesehatan secara terpadu dimulai sejak tahun 1978, yaitu sejak dikeluarkannya
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan Keputusan
Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang REPELITA III. Sejak itu kesehatan menempati
bagian tersendiri dalam pembangunan nasional secara keseluruhan. Berdasarkan
kebijaksanaan yang dituangkan dalam GBHN, disusunlah Sistem Kesehatan Nasional.
Sistem ini merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia
meningkatkan kemampuan derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan
kesejahteraan umum.
Konsekuensi kebijakan
UU 23/1992, setiap potensi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pelayanan
kesehatan menempati peran yang setara, baik tenaga, sarana, dan prasarana
bahkan pengguna jasa layanan kesehatan dan masyarakat pada umumnya mengmban kewajiban
yang sama besar untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan
upaya kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya kesehatan yang berupa
tenaga, sarana, dan prasarana dalam jumlah dan mutu yang memadai. Rumah sakit
merupakan salah satu sarana kesehatan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah
maupun masyarakat. Pelayanan kesehatan sebagai kegiatan utama rumah sakit
menempatkan dokter dan perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat
hubungannya dengan pasien dalam penanganan penyakit.
Peningkatan jenjang
pendidikan, niscaya meningkatkan keahlian dan keterampilan tenaga keperawatan.
Standar profesi merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan upaya
pelayanan kesehatan, khususnya berkaitan dengan tindakan yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap pasien,sesuai dengan kebutuhan pasien,
kecakapan, dan kemampuan tenaga kesehatan serta ketersediaan fasiliatas dalam
sarana layanan kesehatan yang ada. Sementara itu, hak pasien harus dihormati
oleh tenaga kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
HAK DAN KEWAJIBAN
PASIEN
A. HAK KLIEN
Hak adalah tuntutan
seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan
keadilan, moralitas, dan legalitas.
Dewasa ini klien juga
untuk meminta untuk lebih dapat menentukan sendiri dan mengontrol tubuh mereka
sendiri bila sakit. Persetujuan, kerahasiaan, dan hak klien untuk menolak
pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri.
Kebutuhan untuk hak
klien adalah hasil secara luas dari dua keadaan yaitu kerentanan (vulnerability)
klien dari penyakit dan kompleksitashubungan dalam tatanan asuhan
kesehatan. Ketika sakit, seseorang sering tidak mampu menyatakan hak-haknya
sebagaimana bila ia sakit. Menyatakan hak memerlukan energi dan kesadaran
tentang hak seseorang dalam situasi tersebut. Oleh karenanya seseorang
yang lemah atau terkait dengan penyakitnya, mungkin tidak mampu menyatakan
hak-haknya.
Pola baru dari
hubungan asuhan kesehatan muncul sebagai akibat dari beberapa kekuatan di
masyarakat, mencakup konsumen yang lebih berpengetahuan dan pengakuan dari
peranan gaya kehidupan di dalam penyakit. Tujuan kesehatan meliputi
pengembalian otonomi dan kemendirian klien serta penerimaan kesehatan yang baik
sebagai tanggung jawab pemberi asuhan, klien, serta masyarakat. Tujuan
ini tidak dapat di capai, kecuali klien menerima tanggung jawab secara aktif
untuk kesehatan mereka dan asuhan kesehatan, serta kecuali klien dan pemberi
asuhan saling menghargai. Penggerakan hak-hak klien meningkatkan hubungan
kesehatan yang baru ini, dan perawat dewasa ini di cegah untuk mengurangi
hak-hak klien dengan mengidentifikasi dan melindungi hak klien serta pembantu
klien menyatakan haknya (Healey, 1983).
Pada tahun 1973 di
American Hospital Association menerbitkan a Patient’s Bill of Rights dalam
upaya meningkatkan hak klien yang dirawat. Seringkali klien tidak mengetahui
haknya, walaupun banyak rumah sakit dewasa ini memberi klien pada saat masuk
pernyataan haknya.
Empat hak yang dinyatakan
dalam fasilitas asuhan kesehatan (Annas dan Healey, 1974)
1. Hak untuk
kebenaran secara menyeluruh
2. Hak untuk privasi dan
martabat pribadi
3. Hak untuk memelihara
penentuan diri dengan berpartisipasi dalam keputusan sehubungan dengan kesehatan
seseorang
4. Hak untuk memperoleh
catatan medis, baik selama maupun setelah dirawat
Pernyataan hak pasien/klien
Uraian pernyataan hak
pasien (a Patient’s Bill of Rights) adalah sebagai berikut :
1. Klien mempunyai
hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan.
2. Klien mempunyai hak
untuk memperoleh informasi terbaru dan lengkap dari dokter mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosisnya.
3. Klien mempunyai hak
untuk menerima informasi penting dari dokternya untuk memberikan persetujuan
tentang dimulainya suatu prosedur pengobatan, serta risiko kemungkinan
dialaminya, kecuali dalam sistem darurat.
4. Klien mempunyai hak
untuk menolak pengobatan sejauh diijinkan oleh hukum dan diinformasikan tentang
konsekuensi tindakannya.
5. Klien mempunyai hak
untuk mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya yang menyangkut program
asuhan medis diskusi medis konsultasi, pemeriksaan, dan pengobatan yang
dilakukan dengan cermat dan dirahasiakan.
6. Klein mempunyai hak
untuk mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhannya harus
diberlakukan sebagai rahasia.
7. Klien mempunyai hak
untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain yang lebih lengkap dan
memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan rumah
sakit yang ditunjuk dapat menerimanya.
8. Klien mempunyai hak
untuk memperoleh informasi tentang hubungan rumah sakit dengan instansi lain,
seperti pendidikan institusi atau instansi lainnya sehubungan dengan asuhan
yang diterimanya.
Contoh : hubungan individu yang
merawatnya, nama yang merawat dan sebagainya.
9. Klien mempunyai hak
untuk diberikan penasehat apabila rumah sakit mengajukan untuk terlibat atu
berperan dalam eksperimen manusiawi yang memengaruhi asuhan atau pengobatannya.
Klien mempunyai hak untuk menolak berpartisipasi dalam proyek riset tersebut.
10. Klien mempunyai hak
untuk mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. Klien mempunyai
hak untuk mengetahi lebih jauh waktu perjanjian dengan dokter yang ada. Klien
mempunyai hak untuk mengharapkan rumah sakit menyediakan mekanisme sehingga ia
mendapat informasi dari dokter atau staf yang didelegasikan oleh dokter tentang
kesehatan klien selanjutnya.
11. Klien mempunyai hak
untuk mengetahui peraturan dan ketentuan rumah sakit yang harus diikitunya
sebagai klien.
12. Klien mempunyai hak
untuk mengetahui peraturan dan ketentuan rumah sakit yang diikutinya.
Menurut Fred Ameln
hak-hak tersebut meliputi hak atas informasi, hak memberikan informasi, hak
memilih dokter, hak memilih sarana kesehatan, hak atas rahasia kedokteran, hak
menolak pengobatan, hak menolak sesuatu tindakan medik tertentu, hak untuk
menghentikan pengobatan, hak melihat rekam medis, hak second opinion.
Hak-hak pasien yang
paling menonjol dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan, yaitu (1) rekam
medis, (2) persertujuan tindakan medis, (3) rahasia medis. Ketiga hak tersebut
dengan tiga doktrin kesehatan ( Poernomo, 2000).
B. KEWAJIBAN KLIEN
Menurut Fred Ameln, kewajiban
pasien adalah :
1. Memberi informasi
lengkap perihal penyakitnya kepada tenaga kesehatan.
2. Mematuhi nasehat
tenaga kesehatan.
3. Menghormati privasi
tenaga kesehatan yang mengobatinya.
4. Memberi imbalan jasa.
Selain itu, menurut buku Pengantar
Pendidikan Keperawatan karya A. Aziz Alimul H., S.Kep.,Kewajiban
pasien antara lain :
1. Pasien dan keluarga
berkewajiban untuk mentaati segala peraturan tata tertib rumah sakit.
2. Pasien wajib
menceritakan sejujurnya tentang segala sesuatu mengenai penyakit yang diderita.
3. Pasien berkewajiban
untuk mematuhi segala instruksi dokter atau perawat dalam rangka pengobatan.
4. Pasien beserta
penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan
rumah sakit atau dokter.
5. Pasien dan
penanggungnya berkewajiban untuk memenuhi segala perjanjian yang
ditandatangani.
Sedangkan menurut M.
Jusuf Hanafiah dalam buku Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan edisi
3, kewajiban pasien adalah :
1. Memeriksakan diri
sedini mungkin pada dokter.
2. Memberikan informasi
yang benar dan lengkap tentang penyakitnya.
3. Mematuhi nasehat dan
petunjuk dokter.
4. Menandatangani
surat-surat PTM, surat jaminan dirawat di rumah sakit dan lain – lainnya.
5. Yakin pada dokternya,
dan yakin akan sembuh.
6. Melunasi biaya
perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan pengobatan serta honorarium
dokter.
C. UNDANG – UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Undang-undang
Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999(UUPK) mengartikan konsumen sebagai
setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dimasyarakat, baik untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan
tidak untuk dipedagangkan. Pelaku usaha didefinisikan sebagai setiap orang
perseorang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pengertian jasa menurut UU konsumen adalah setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan
konsumen.
Dalam UU ini
dijabarkan hak dan kewajiban konsumen, pelaku usaha dan jasa yang kalau kita
periksa satu-persatu semuanya dapat kita aplikasikan dalam tatanan hubungan
antara perawat dan pasien/klien. Hal ini mengingat bahwa hubungan antara
perawat dan pasien kontraktual, adanya jasa asuhan keperawatan yang disepakati
bersama, dan juga mengingat ada kecenderunagan konsumerasi pelayanan kesehatan
yang memandang pasien atau klien sebagai konsumen pelayanan kesehatan. Salah
satu hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang nyaman, aman, dan selamat.
D. INFORMED CONSENT
Kata concent berasal
dari bahasa latin, consentio yang artinya persetujuan izin,
menyetujui ; atau pengertian yang lebih luas adalah member izin atau wewenang
kepada seseorang untuk melakukan suatu informed consent (IC), dengan demikian
suatu penyataan setuju atau izin oleh pasien secara sadar, bebas dan rasional
setelah memperoleh informasi yang dipahaminya darri tenaga kesehatan/dokter
tentang penyakitnya. Harus diingat bahwa yang terpenting adalah pemahaman oleh
pasien.
Pengertian lain yaitu
Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien (orang
tua/wali/suami/istri/orang yang berhak mewakilinya) kepada tenahga
kesehatan/dokter untuk dilakukan suatu tindakan medis yang bertujuan untuk
kesembuhan penyakit yang dideritanya. Informed Consent berarti pernyataan
kesediaan atau penolakan setelah mendapat informasi secukupnya.
Jay katz
mengemukakan falsafah dasar informed consent yaitu pada hakikatnya suatu
keputusan pemberian pengobatan atas pasien harus terjadi secara kolaboratif
(kerjasama) antara tenaga kesehatan/dokter dan pasien serta bukan semata – mata
keputusan sepihak. Dengan demikian, informed consent mengandung 2 unsur utama,
yakni sukarela (voluntariness) dan memahami (understanding).
Ada 2 bentuk informed consent yaitu :
1. Tersirat atau dianggap
telah diberikan (Implied consent)
a. Keadaan normal
b. Keadaan darurat
2. Dinyatakan (expressed
consent)
a. Lisan (oral)
b. Tulisan
(written)
Implied consent adalah
persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas.
Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.
Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah
diketahui umum.
Implied consent bentuk
lain adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang dokter
memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa
memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat maka dokter dapat
melakukan tindakan medic terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989,
pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai Presumed Consent, artinya bila
pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan
dilakukan dokter.
Exressed Consent
adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan
dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam
keadaan demikian sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan
apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian.
1) Informasi
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang informed consent dinyatakan bahwa
dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga
diminta atau tidak diminta, jadi indormasi harus disampaikan. Informasi
tersebut meliputi informasi mengenai apa (what) yang perlu disampaikan, kapan
disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (Who), dan informasi yang
mana (Which) yang perlu disampaikan.
2) Persetujuan
The Medical Denfence Union dalam bukunya Medicolegal Issues in Clinical
Practice,menyatakan bahwa ada 5 syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
Informed Consent yaitu :
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan oleh orang
yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah dijelaskan
bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat memahami tindakan itu
perlu dilakukan
4. Mengenai sesuatu hal
yang khas
5. Tindakan itu juga
dilakukan pada situasi yang sama
3) Penolakan
Seperti dikemukakan pada bagian awal, tidak selamanya pasien atau keluarga
setuju dengan tindakan medic yang akan dilakukan dokter. Dalam situasi demikian
kalangan dokter maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien
atau keluarga mempunyai hak menolak usul tindakan yang akan dilakukan. In I
disebut sebagai informed Refusal.
Tidak ada hak dokter yang dapat memaksa pasien mengikuti anjuran, walaupun
dokter menganggap penolakan bisa berakibat gawat atau kematian pada pasien.
Bila dokter gagal dalam meyakinkan pasien pada alternative tindakan yang
diperlukan, maka untuk keamanan dikemudian hari, sebaiknya dokter atau rumah
sakit meminta pasien atau keluarga menandatangani surat penolakan terhadap
anjuran tindakan medic yang diperlukan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Hak-hak pasien yang
paling menonjol dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan, yaitu rekam
medis, persertujuan tindakan medis, rahasia medis.
2. Kewajiban klien antara
lain, memberi informasi lengkap perihal penyakitnya mematuhi nasehat perawat,
menghormati privasi, memberi imbalan jasa.
3. Undang-undang
Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 (UUPK) mengartikan konsumen sebagai
setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dimasyarakat, baik untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan
tidak untuk dipedagangkan.
Dalam UU ini dIjabarkan hak dan
kewajiban konsumen, pelaku usaha dan jasa yang kalau kita periksa satu-persatu
semuanya dapat kita aplikasikan dalam tatanan hubungan antara perawat dan
pasien/klien.
4. Informed Consent
berarti pernyataan kesediaan atau penolakan setelah mendapat informasi
secukupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Praptianingsih, S.H.,
M.H., Sri. 2006. Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di
Rumah Sakit. Jakarta : Rajawali Pers.
Alimul H, Aziz. 2002.
Pengantar Pendidikan Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Priharjo, Robert.
2008. Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC.
Hanafiah, M. Jusuf dan
Amir, Amri. 1991. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC.
Potter & Perry.
1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar